Bangga Indonesia, Surabaya – KEBIJAKAN KEPALA DAERAH DALAM MENJALANKAN AZAS DESENTRALISASISESUAI UNDANG–UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004
Kunjung Wahyudi, HerlinaNur Aisjah, Fanny Lia Sutanto.
Prodi Magister Ilmu Politik, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
1.Pendahuluan.
Selama Indonesia merdeka, kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis. Selama kurun waktu setengah abad lebih, sistem pemerintahan daerah sarat dengan pengalaman yang panjang seiring dengan konfigurasi politik yang terjadi pada tataran pemerintahan negara. Pola hubungan kekuasaan, pembagian kewenangan, dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak dapat dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerintahan pada saat itu. Realitas demikian tentu mempengaruhi formalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemberian otonomi daerah di Indonesia. Akan tetapi, terlepas dari semua pengaruh yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, semua kebijakan selalu dijiwai oleh kesatuan pandang yang sama, yaitu seluruh daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang–Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip–prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri serta tantangan persaingan global dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah serta proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip–prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan di seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan, pasal 18 Undang–Undang Dasar 1945 telah memberikan arahan dan solusi untuk membentuk pemerintahan daerah. Pasal 18, Undang–Undang Dasar 1945, menetapkan: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah–daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap–tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang–undang. (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengaturdan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki dewan perwakilan rakyat yang anggota–anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. (4) Gubernur, bupati dan walikota masing–masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas–luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang–Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan–peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang–Undang. Berdasarkan kebijakan politik hukum pemerintah di atas, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan penetapan strategi di bawah ini. Pertama, Peningkatan. pelayanan bidang pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan adalah suatu hal yang bersifat esensial guna mendorong atau menunjang dinamika interaksi kehidupan masyarakat baik sebagai sarana untuk memperoleh hak–haknya, maupun sebagai sarana kewajiban masyarakat sebagai warga Negara yang baik. Bentuk–bentuk pelayanan pemerintahan tersebut, antara lain meliputi rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan kependudukan, dan sebagainya. Kedua, Pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusahajasa, pengembang, dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, dimana peran pemerintah hanya terbatas pada memfasilitasi dan mediasi. Di samping itu, dalam kehidupan berpolitik, berbangsa, dan bernegara memberikan kesempatan yang seluas–luasnya kepada masyarakat khususnya partai politik untuk memberikan pendidikan politik rakyat guna meningkatkan kesadaran bernegara dan berbangsa guna tercapainya tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan politik hukum pemerintah guna efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, diperlukan peningkatan dengan lebih memperhatikan aspek–aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas–luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara. Pemberian otonomi seluas–luasnya kepada daerah diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Bagaimanakah pengaturan asas desentralisasi dan tugas pembantuan menurut Undang Undang No 32Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah.BerdasarkanPasal 1 Undang–Undang Nomor32 Tahun 2004 pengertian desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.2.Rumusan MasalahBerdasarkan pendahuluantersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: a.Bagaimana Kebijakan & KewenanganKepala Daerah dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah ?b.Bagaimana Azas Desentralisasi bisa dijalankan oleh Kepala Daerah ?3.Tujuan a.Menjalankan Kebijakan dan Kewenangan sebagai Kepala Daerah sesuai Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004b.Menjalankan Azas Desentralisasi sesuai Peraturan Perundang–undangan yang berlaku.4.Tinjauan Pustaka4.1.Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah DaerahPemerintah daerah dalam menyelengarakan pemerintahan daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 58 Undang–Undang Pemerintahan Daerah, yaitu terdiri dari :a.Asas kepastian hukum, yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang–undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara b.Asas tertib penyelenggara negara, yang dimaksud dengan asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara. c.Asas kepentingan umum, yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.d.Asas keterbukaan, yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat yang memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. e.Asas proporsionalitas, yang dimaksud dengan asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
f.Asas profesionalitas, yang dimaksud dengan asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang–undangan. g.Asas akuntabilitas, yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.h.Asas efisiensi, yang dimaksud dengan asas efisiensi adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai hasil kerja yang terbaik.i.Asas efektivitas, yang dimaksud dengan asas efektivitas adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna.j.Asas keadilan, yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap tindakan dalam penyelenggaraan negara harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negaraTugas, Wewenang, Kewajiban, dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.➢Pasal 651)Kepala daerah mempunyai tugas: (a). Memimpinpelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; (b) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; (c) menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD; (d) menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; (e) mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (f) mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan (g)melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.2)Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah berwenang:(a) Mengajukan rancangan Perda; (b) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;(c) Menetapkan Perkada dan keputusan kepala
daerah;(d) Mengambil tindakan tertentu dalam keadaanmendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;(e) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.3)Kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). 4)Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah.5)Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari–hari kepala daerah. 6)Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari–hari kepala daerah. 7)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang kepala daerah oleh wakil kepala daerah dan pelaksanaan tugas sehari–hari kepala daerah oleh sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah.➢Pasal 67Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:(a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;(b) Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang–undangan;(c) Mengembangkan kehidupan demokrasi;(d) Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;(e) Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;(f) Melaksanakan program strategis nasional; dan(g) Menjalinhubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.➢Pasal 76Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:(a) Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;(b) Membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain
yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang–undangan;(c) Menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;(d) Menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin;(e) Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;(f) Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e;(g) Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;(h) Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang–undangan;(i) Melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri; dan(j) Meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) Hari berturut–turut atau tidak berturut–turut dalam waktu 1 (satu) bulan tanpa izin Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota.4.2.DesentralisasiDesentralisasi kewenangan pemerintahan yang diberikan pusat pada daerah dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, penumbuhan aspirasi dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu pengertian otonomi daerah dimaknai sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentinganmasyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang–undangan. Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Asas dekonsentrasi sendiri adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penetapan srategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur instansi vertikal di daerah sesuai arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Pemerintahan daerah dikembangkan berdasarkan asas otonomi (desentralisasi) dan tugas pembantuan.Berdasarkan Pasal 1 Undang–Undang Nomor32 Tahun 2004,tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/ atau desa dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/ kota dan/ atau desa serta dari pemerintah kabupaten/ kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah untuk lebih
DaerahOtonomiS,K,PS,PS,PPP PPGambar 1. Otonomi Daerah dalam kerangka NKRIKeterangan :S = desentralisasi(penyerahan wewenang)APBDK = dekonsentrasi (pelimpahan wewenang) APBNP = tugas pembantuanAPBN(Sumber Kuncoro, 2008)Dengan demikian, ketiga istilah ini, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan selalu muncul secara bersama–sama dalam sejarah pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, baik itu pada masa orde baru melalui UU No 5 Tahun 1974, maupun pada saat orde reformasi melalui UU 22 Tahun 1999 dan direvisi dengan UU no 32 Tahun 2004.Secara garis besar, kebijakan desentralisasi dibedakan atas 3 jenis (Litvack, 1998): 1. Desentralisasi politikyaitu pelimpahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang menyangkut berbagai aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standar dan berbagai peraturan 2. Desentralisasi administrasiyaitu merupakan pelimpahan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya antar berbagai tingkat pemerintahan 3. Desentralisasi fiskalyaitu merupakan pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumbersumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutinmaupun investasi. Secara konseptual, desentralisasi fiskal juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan (Khusaini, 2006). Ketiga jenis desentralisasi ini memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan dilaksanakannya desentralisasi, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa desentralisasi politik merupakan ujung tombak terwujudnya demokratisasi dan peningkatan partisipasi rakyat dalam tataran pemerintahan. Sementara itu, desentralisasi administrasi merupakan insrumen untuk PusatProvinsiKotaKabupatenDesa
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, dan desentralisasi fiskal memiliki fungsi untuk mewujudkan pelaksanaan desentralisasi politik dan administrative melalui pemberian kewenangan di bidang keuangan.Implementasi Asas Desentralisasi Berkaitan Dengan Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Pengaturan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Berdasarkan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Implementasi kebijakan terhadap suatu produk perundang–undangan tertentu, seakan–akan merupakan sesuatu yang dianggap sangat sederhana. Padahal pada tingkat implementasi inilah suatu produk hukum dapat diaktualisasikan untuk tercapainya tujuan yang ingin dikehendaki oleh hukum itu sendiri. Suatu kebijakan adalah tindakan yang diambil dengan penuh kearifan, serta diperlukan sikap konsisten dankomitmen terhadap tujuan awal. Untuk kelancaran implementasi suatu kebijakan, selain dibutuhkan sumber daya, juga diperlukan rincian yang lebih operasional dari tujuan dan sasaran yang bersifat umum. Bahkan implementasi diperlukan faktor komunikasi sumber, kecenderungan, atau tingkah laku, serta struktur birokrasi. Adanya kekurangberhasilan dalam implementasi kebijakan yang sering dijumpai, antara lain dapat disebabkan adanya keterbatasan sumber daya, struktur yang kurang memadai dan kurang efektif, serta komitmen yangrendahdikalanganpelaksanaan. Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan peraturan–peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas–batas urusan yang telah diserahkan kepada badan–badan otonom itu. Jadi pendelegasian wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga–lembaga di pusat dengan lembaga–lembaga otonom di daerah. Desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan kewenangan (urusan) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan (overdragen) urusan pemerintahan kepada daerah. Ketegangan atas tarik ulur kewenangan yang muncul sampai sekarang ini, semuanya mengacu kepada pembagian kekuasaan atau kewenangan, dan siapa yang paling berwenang mengurus atau mengatur urusan tersebut.Pemerintah merupakan suatu bentuk organisasi yang bekerja dan menjalankan tugas untuk mengelola sistem pemerintah dan menetapkan kebijakan dalam mencapai tujuan negara. Hal tersebut seperti yang telah kami sampaikan melalui tulisan mengenaiArti Pemerintah. Dalam menyelenggarakan tugasnya, pemerintah memiliki beberapa fungsi seperti yang dijelaskan beberapa tokoh dibawah ini.Pemaknaan asas desentralisasi menjadi perdebatan dikalangan pakar dalam mengkaji dan melihat penerapan asas ini dalam pelaksanaanpemerintahan daerah.
Perdebatan yang muncul diakibatkan oleh arah pandang dalam mengartikulasikan sisi mana desentralisasi diposisikan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Dari pemaknaan beberapa pakar dapat diklasifikasikan dalam beberapa hal, diantaranya: (1) desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan; (2) desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan; (3) desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasaan dan kewenangan; serta (4) desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan. Pertama, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan penyerahan kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan yang sama antara Hazairin, Kartasapoetra, Koswara, Seligman, dan Van Berg yang menganggap bahwa desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan (urusan) pemerintah pusat kepada daerah. Sementara De Ruiter berpandangan bahwa penyerahan kekuasaan atau wewenang ini terjadi bukan dari pemerintahpusat, tetapi dari badan yang lebih tinggi kepada badan yang lebih rendah. Dalam arti ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya, Pemaknaan desentralisasi dibedakan dalam empat hal; (1) kewenangan untuk mengambil keputusan diserahkan dari seorang pejabat administrasi/pemerintah kepada yang lain; (2) pejabat yang menyerahkan itu mempunyai lingkungan pekerjaan yang lebih luas daripada pejabat yang diserahi kewenangan tersebut; (3) pejabat yang menyerahkan kewenangan tidak dapat memberi perintah kepada pejabat yang telah diserahi kewenangan itu, mengenai pengambilan keputusan atau isi keputusan itu; serta (4) pejabat yang menyerahkan kewenangan itu tidak dapat menjadikan keputusannya sendiri sebagai pengganti keputusan yang telah diambil, tidak dapat secara bebas menurut pilihan sendiri sebagai pengganti keputusan yang telah diserahi kewenangan itu dengan orang lain, tidak dapat menyingkirkan pejabat yang telah diserahi kewenangan dari tempatnya. Kedua, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan pelimpahan kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan Logemann dan Litvack bahwa desentralisasi adalah sebagai pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah, tetapi Litvack lebih jauh memaknai pelimpahan karena juga bisa kepada sektor swasta. Sementara Ateng menjadikan sarana dekonsentrasi sebagai pelimpahan kewenangan dalam rangka desentralisasi G. Shabir Cheema, John R. Nellis dan Dennis A Rondinelli memandang bahwa pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah itu berkisarperencanaan dan pengambilan keputusan. Gie berpandangan bahwa desentralisasi di bidang pemerintahan diartikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada satuan–satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari kelompok yang mendiami suatu wilayah.Ketiga, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi dalam sistem pemerintahan merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan, dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan yang dikemukakan oleh Duchacek, Maryanov, dan Mawhood, bahwa masalah desentralisasi berujung pada pembagian kekuasaan atau kewenangan dalam suatu pemerintahan. Sementara, Hofman memberi istilah Administrative decentralization, yang merupakan langkah dalam menyebarkan kewenangan untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan, yang pada masa lalu didesentralisasikan atau dipusatkan pada pemerintah pusat.Keempat, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah dapat dilihat dari pandangan Aldelfer, yaitu desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan admintstrasi sendiri. Jadi desentralisasi menyangkut pembentukan daerah otonom dengan dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu.Menurut Kelsen, susunan organisasi negara yang bercorak desentralistik menggunakan desentralisasi sebagai dasar susunan organisasi dan itu dapat dijumpai baik di negara yang berbentuk kesatuan maupun pada negara federal. Desentralisasi adalah salah satu bentuk organisasi negara, negara diartikan sebagai tatanan hukum. Jadi desentralisasi menyangkut sistem tatanan hukum yang berkaitan dengan wilayah negara. Tatanan hukum desentralisasi menunjukkan berbagai kaidah hukum yang berlaku sah pada wilayah yang berbeda.5.Pembahasan & Analisa5.1.Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah DaerahPemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, yang terdiri dari 10 asas yaitu : Asas Kepastian hukum, Asas Tertib Penyelenggara Negara, Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas Proposionalitas, Asas Profesionalitas, Asas Akuntabilitas, Asas Efisiensi, Asas Efektivitas da Asas Keadilan.Jika diketemukan banyaknyaKepala Daerah yang hanya melaksanakan fungsi urusan pilihan yang lebih cepat menaikkan elektabilitasnya dalam rangka sbg incumbent kedepannya.1)Kepala Daerah tersebut secara langsung melanggar Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, bahwa Kepala Daerah tidak menjalankan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 58 pada Asas Tertib Penyelenggara Negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara. Asas Kepentingan Umum, yaituasas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.Asas keadilan, yaitubahwa setiap tindakan
dalam penyelenggaraan negara harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.2)Bahwa KepalaDaerah Menurut Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahtersebut juga tidak menjalankan Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Haksebagai Kepala Daerah, dan melanggar aturan Pasal 67 yaitu Kewajiban Kepala Daerah dan wakil kepala daerah meliputi:(a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;(b) Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;(c) Mengembangkan kehidupan demokrasi;(d) Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;(e) Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;(f) Melaksanakan program strategis nasional; dan(g) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.Azas desentralisasi yang demokrasi dan pemberdayaan masyarakat tidak dilakukan, berikan tanggapan dengan teori smith, terkait pemberian kekuasaan dan melihat inovasi beberapa daerah.Smithmerumuskan definisi desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dari tingkatan (organisasi) lebih atas ke tingkatan lebih rendah, dalam suatu hierarki teritorial, yang dapat saja berlaku pada organisasi pemerintah dalam suatu Negara, maupun pada organisasi-organisasi besar lainnya (organisasi non pemerintah) (Hidayat, 2005).Dari pemaknaan asas desentralisasidapat diklasifikasikan dalam beberapa hal, diantaranya: (1) desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan; (2) desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan; (3) desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasaan dan kewenangan; serta (4) desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan.Bagaimana memaknai pemberian power dan pembagian kewenangan dalam pandangan masyarakat sipil ?1)Bahwa desentralisasi merupakan penyerahan kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat bahwa desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan (urusan) pemerintah pusat kepada daerah. Bahwa penyerahan kekuasaan atau wewenang ini terjadi bukan dari pemerintahpusat, tetapi dari badan yang lebih tinggi kepada badan yang lebih rendah.
Dalam arti ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.Pemaknaan desentralisasi dibedakan dalam empat hal yaitu :a)Kewenangan untuk mengambil keputusan diserahkan dari seorang pejabat administrasi/pemerintah kepada yang lain; b)Pejabat yang menyerahkan itu mempunyai lingkungan pekerjaan yang lebih luas daripada pejabat yang diserahi kewenangan tersebut; c)Pejabat yang menyerahkan kewenangan tidak dapat memberi perintah kepada pejabat yang telah diserahi kewenangan itu, mengenai pengambilan keputusan atau isi keputusan itu; serta d)pejabat yang menyerahkan kewenangan itu tidak dapat menjadikan keputusannya sendiri sebagai pengganti keputusan yang telah diambil, tidak dapat secara bebas menurut pilihan sendiri sebagai pengganti keputusan yang telah diserahi kewenangan itu dengan orang lain, tidak dapat menyingkirkan pejabat yang telah diserahi kewenangan dari tempatnya. 2)Bahwa desentralisasi merupakan pelimpahan kekuasaan dan kewenangan dapat dilihat bahwa desentralisasi adalah sebagai pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah, tetapilebih jauh memaknai pelimpahan karena juga bisa kepada sektor swasta, bahwa pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah itu berkisarperencanaan dan pengambilan keputusan. Bahwa desentralisasi di bidang pemerintahan diartikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari kelompok yang mendiami suatu wilayah.3)Bahwa desentralisasi dalam sistem pemerintahan merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan, dan kewenangan. Bahwa masalah desentralisasi berujung pada pembagian kekuasaan atau kewenangan dalam suatu pemerintahan. 4)Bahwa desentralisasi merupakan sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah yaitu desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan admintstrasi sendiri. Jadi desentralisasi menyangkut pembentukan daerah otonom dengan dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu.Susunan organisasi negara yang bercorak desentralistik menggunakan desentralisasi sebagai dasar susunan organisasi dan itu dapat dijumpai baik di negara yang berbentuk kesatuan maupun pada negara federal. Desentralisasi adalah salah satu bentuk
organisasi negara, negara diartikan sebagai tatanan hukum. Jadi desentralisasi menyangkut sistem tatanan hukum yang berkaitan dengan wilayah negara. Tatanan hukum desentralisasi menunjukkan berbagai kaidah hukum yang berlaku sah pada wilayah yang berbeda.6.KesimpulanDari penjelasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :a.Bahwa pelaksanaan Kebijakan dan Wewenang Kepala Daerah akan berjalan dengan baik jika berpatokan kepada Peraturan Perundang-undangan Nomor 23 tahun 2014.b.Bahwa pendelegasian wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-lembaga otonom di daerah. Desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan kewenangan (urusan) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah.
7.Daftar Pustakaa.
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik Dan Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007)b.Budi Winarto, Kebijakan Publik Teori Dan Praktek, (Jogjakarta: Media Pressindo, 2007), hal. 144c.Etin Indrayani, dan Andi Pitono, Memahami Asas Tugas Pembantuan, (Bandung: Fokus Media, 2006)d.Hari Sabamo, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 1e.HAW.Widjaja, Penyelengaaraan Otonomi di Indonesia, (Jakarta; PT. Raja GrafindoPersada, 2007), hal. 36f.Na’matul Huda, Otonomi Daerah; Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)g.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4816)h.Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: SinarGrafika,2008)i.Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945j.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 4437)