Bangga Indonesia, Jakarta – Isu kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang kini mencapai 12% semakin ramai menjadi perbincangan masyarakat. Kebijakan ini, yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, merupakan hasil dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Keputusan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, namun juga mempertimbangkan dampaknya terhadap ekonomi dan daya beli masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah.
Proses Kenaikan PPN Secara Bertahap
Menurut informasi resmi dari Direktorat Jenderal Pajak, kenaikan PPN ini akan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama sudah terjadi pada 1 April 2022, di mana tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Selanjutnya, pada 1 Januari 2025, tarif PPN akan naik lagi menjadi 12%. Pemerintah memutuskan untuk melakukan kenaikan secara bertahap, agar tidak memberikan dampak yang terlalu besar terhadap daya beli masyarakat, inflasi, maupun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Yang menarik, kenaikan PPN ini tidak berlaku untuk semua barang dan jasa. Beberapa komoditas pokok, seperti minyak goreng curah, tepung terigu, dan gula industri, tetap bebas dari kenaikan tarif. Bahkan, untuk ketiga barang tersebut, pemerintah akan menanggung tambahan 1% PPN, sehingga harga barang-barang tersebut tetap stabil di pasaran.
Dampak Kenaikan PPN Terhadap Ekonomi
Meski kenaikan tarif PPN ini diprediksi dapat mempengaruhi harga barang secara umum, dampaknya dianggap tidak terlalu signifikan. Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, mengungkapkan bahwa kenaikan harga akibat PPN diperkirakan hanya sekitar 0,9% secara keseluruhan.
“Kenaikan PPN lebih banyak diterapkan pada barang-barang yang tergolong mewah atau memiliki tarif yang relatif tinggi. Misalnya, seperti daging wagyu, layanan pendidikan internasional, dan fasilitas kesehatan kelas premium,” ungkap Josua.
Dengan demikian, masyarakat kelas menengah ke bawah tidak akan merasakan dampak yang besar, karena barang-barang kebutuhan pokok tetap bebas dari PPN. Lebih lanjut, Josua menambahkan bahwa kebijakan ini hanya akan berdampak pada barang-barang yang tidak terlalu memengaruhi kesejahteraan mayoritas masyarakat.
Paket Kebijakan untuk Menjaga Kesejahteraan Golongan Menengah ke Bawah
Meskipun ada kenaikan PPN, pemerintah sudah menyiapkan serangkaian kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Sejumlah insentif ekonomi dan subsidi telah dipersiapkan untuk meringankan beban masyarakat. Salah satunya adalah pembebasan pajak bagi UMKM, serta pemberian insentif bagi sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum.
Pemerintah juga menyiapkan bantuan sosial berupa diskon listrik untuk golongan masyarakat yang membutuhkan. Total paket insentif yang disiapkan pemerintah diperkirakan mencapai Rp1.549,5 triliun pada 2025, yang akan digunakan untuk mendukung sektor-sektor vital. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Pemerintah berkomitmen memberikan dukungan melalui insentif dan subsidi yang bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat meskipun ada kenaikan tarif PPN,” kata Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak.
Sektor yang Dapat Manfaat dari Insentif
Pemerintah juga menargetkan beberapa sektor utama yang akan mendapat manfaat dari insentif ini, di antaranya sektor pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan. Pemerintah juga mempersiapkan anggaran untuk sektor pendidikan, sebesar Rp722,6 triliun. Anggaran tersebut untuk program-program seperti KIP Kuliah, Beasiswa LPDP, dan bantuan operasional sekolah. Di sektor kesehatan, pemerintah mengalokasikan Rp197,8 triliun untuk program pengurangan stunting dan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin.
Selain itu, sektor ketahanan pangan juga menjadi perhatian, dengan alokasi dana Rp124,4 triliun untuk mendukung program pertanian, penguatan cadangan pangan nasional, dan pembiayaan bagi petani. Dengan adanya berbagai insentif ini, pemerintah berharap masyarakat, terutama mereka yang berada di golongan menengah ke bawah, dapat bertahan dari dampak kenaikan PPN.
Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% memang akan memberikan dampak tertentu terhadap harga barang, namun pemerintah telah merancang serangkaian kebijakan untuk meminimalkan efek negatifnya. Dengan berbagai insentif dan program subsidi yang telah Pemerintah siapkan, harapannya masyarakat tetap dapat menjaga daya beli mereka. Terlebih, kebijakan ini lebih banyak memengaruhi barang-barang mewah yang tidak terlalu berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat secara umum.
Sebagai bagian dari upaya mempertahankan kesejahteraan rakyat, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk mendukung ekonomi rakyat, terlebih bagi golongan menengah ke bawah. Kenaikan PPN ini, meskipun penting untuk meningkatkan pendapatan negara, tetap sejalan dengan upaya menjaga stabilitas ekonomi nasional dan sosial.