Bangga Indonesia, Surabaya – Memahami Hakikat Hidayah
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ (٥)
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ (٦)
Sobat. Hidayah itu ada yang gratis dan ada yang harus diupayakan artinya butuh diperjuangkan untuk meraihnya. Adapun Hidayah yang gratis dan sudah Allah berikan kepada kita manusia adalah :
1. Hidayah Akal ( Pikiran ).
2. Hidayah Naluri (Gharizah).
3. Hidayah Panca Indera.
4. Hidayah Agama.
Allah mengutus rasul-rasul untuk membawa agama yang akan menunjukkan kepada manusia jalan yang harus mereka tempuh untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Mula-mula yang ditanamkan oleh rasul-rasul itu adalah kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, guna membersihkan itikad manusia dari syirik (mempersekutukan Allah).
Rasul membawa manusia kepada kepercayaan tauhid dengan melalui akal dan logika, yaitu dengan mempergunakan dalil-dalil yang tepat dan logis. Dialog antara Nabi Ibrahim dengan Namrudz, Nabi Musa dengan Fir’aun, dan seruan-seruan Al-Qur’an kepada kaum musyrikin Quraisy semuanya mengajak agar mereka mempergunakan akal.
Di samping kepercayaan kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa, rasul-rasul juga menyeru untuk percaya pada akhirat, dan para malaikat.
Percaya kepada adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya, serta adanya malaikat dan hari kemudian dinamakan al-iman bi al-gaib (percaya kepada yang gaib). Itulah yang menjadi pokok bagi semua agama samawi, dengan arti bahwa semua agama yang datangnya dari Tuhan adalah mempercayai keesaan Tuhan, para malaikat dan hari akhirat.
Di samping Akidah (kepercayaan) yang disebutkan itu, para rasul juga membawa hukum-hukum, peraturan-peraturan, akhlak dan pelajaran-pelajaran. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan ini tidak seluruhnya sama, artinya apa yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim tidak sama dengan yang diturunkan kepada Nabi Musa, dan apa yang dibawa oleh Nabi Isa, tidak serupa dengan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Hal ini dikarenakan hukum-hukum dan peraturan-peraturan itu haruslah sesuai dengan keadaan tempat dan masa. Maka syariat yang dibawa oleh nabi-nabi itu adalah sesuai dengan masanya masing-masing. Jadi yang berlainan itu ialah hukum-hukum furu’ (cabang-cabang), sedangkan pokok-pokok hukum agama seperti akidah adalah sama. Karena
Muhammad saw adalah Nabi penutup maka syariat yang dibawanya, diberi oleh Allah sifat-sifat tertentu agar sesuai dengan segala masa dan keadaan.
Allah telah menganugerahkan agama Islam sebagai hidayah dan senjata hidup yang penghabisan, atau jalan kepada kebahagiaan yang terakhir, tetapi adakah semua orang, pandai mempergunakan senjata itu, dan adakah semua hamba Allah sukses dalam menempuh jalan yang telah dibentangkan oleh Tuhan?
Banyak manusia salah menerapkan agama, tidak beribadah (menyembah Allah) sesuai dengan yang diridai oleh yang disembah, tidak melaksanakan syariat sesuai dengan yang dimaksud oleh pembuat syariat itu. Karena itu Allah mengajarkan kepada manusia cara memohon kepada-Nya agar diberi-Nya ma’unah, dibimbing dan dijaga selama-lamanya, serta diberi-Nya taufik agar dapat memanfaatkan semua macam hidayah yang telah dianugerahkan itu menurut semestinya. Naluri-naluri agar dapat disalurkan ke arah yang baik, pancaindra agar betul, akal agar sesuai dengan yang benar, tuntunan-tuntunan agama agar dapat dilaksanakan menurut yang dimaksudkan oleh yang menurunkan agama itu, tanpa ada cacat, janggal dan salah.
Tegasnya, manusia yang telah diberi Allah bermacam-macam hidayah yang disebutkan di atas (naluri, pancaindra, akal dan agama) belumlah cukup, tetapi dia masih membutuhkan ma’unah dan bimbingan dari Allah (yaitu taufik-Nya). ) Maka ma’unah dan bimbingan itulah yang kita mohonkan, dan kepada Allah sajalah kita hadapkan permohonan itu.
Dengan perkataan lain, Allah telah memberi manusia hidayah-hidayah tersebut, seakan-akan Dia telah membentangkan jalan raya yang akan menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Kemudian yang dimohonkan kepada-Nya lagi, ialah “agar membimbing kita dalam melalui jalan yang telah terbentang itu.”
Sobat. Dengan ringkas hidayah dalam ayat ihdinas-siratal-mustaqim ini berarti “taufik” (bimbingan), dan taufik itulah yang dimohonkan di sini kepada Allah. Taufik ini dimohonkan kepada Allah sesudah kita berusaha dengan sepenuh tenaga, pikiran dan ikhtiar, karena berusaha dengan sepenuh tenaga adalah kewajiban kita, tetapi keberhasilan suatu usaha adalah termasuk kekuasaan Allah.
Dengan ini terlihat pertalian ayat ini dengan ayat yang sebelumnya. Pada ayat yang sebelumnya Allah mengajari hamba-Nya agar menyembah dan memohon pertolongan kepada-Nya, sedangkan pada ayat ini Allah menerangkan apa yang akan dimohonkan, dan bagaimana memohonkannya. Maka tidak ada pertentangan antara kedua firman Allah tersebut dan firman Allah yang ditujukan kepada Nabi:
وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحٗا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلۡنَٰهُ نُورٗا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ (٥٢)
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” ( QS Asy-Syura (42) : 52 )
Sobat. Allah menerangkan bahwa sebagaimana Dia menurunkan wahyu kepada rasul-rasul terdahulu Dia juga menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw berupa Al-Qur’an sebagai rahmat-Nya. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Muhammad saw sebelum mencapai umur empat puluh tahun dan berada di tengah-tengah kaumnya, belum tahu apa Al-Qur’an itu dan apa iman itu, dan begitu juga belum tahu apa syariat itu secara terperinci dan pengertian tentang hal-hal yang mengenai wahyu yang diturunkannya, tetapi Allah menjadikan Al-Qur’an itu cahaya terang benderang yang dengannya Allah memberi petunjuk kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan membandingkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam. Sebagaimana firman Allah:
Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur’an) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (al-Qasas/28: 86)
Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur’an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. (Fussilat/41: 44)
Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus. (al-Isra’/17: 9)
Dengan cahaya Al-Qur’an itulah, Allah memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus yaitu agama yang benar.
( Spiritual Motivator – Dr Nasrul Syarif M.Si Penulis Buku Santripreneur – Santri Milenial. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo Kediri. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )