Bangga Indonesia, Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit, membawa dampak besar tidak hanya pada sektor industri, tetapi juga pada ribuan karyawannya. Keputusan ini memaksa perusahaan tekstil raksasa tersebut melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Langkah ini menjadi pukulan berat bagi banyak pihak, termasuk salah satu bank pelat merah, PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) atau BNI.
BNI kini berada dalam situasi sulit. Sebagai satu-satunya bank BUMN yang memiliki eksposur besar terhadap Sritex, BNI harus menghadapi risiko kerugian hingga Rp374 miliar. Kondisi ini menjadi salah satu tantangan terbesar yang harus bank BNI hadapi dalam beberapa tahun terakhir.
Gelombang PHK Akibat Kebangkrutan Sritex
Kebangkrutan Sritex membawa konsekuensi besar bagi ribuan karyawannya yang terpaksa kehilangan pekerjaan. Bagi para pekerja, keputusan ini menjadi awal dari ketidakpastian ekonomi keluarga mereka.
Sementara itu, dampak kebangkrutan tidak hanya dirasakan oleh karyawan, tetapi juga oleh para kreditor, termasuk BNI yang terjebak dalam kasus gagal bayar.
PHK massal ini menunjukkan dampak domino dari kebangkrutan perusahaan besar terhadap ekosistem bisnis yang lebih luas. Industri tekstil yang sebelumnya menjadi salah satu sektor andalan kini menghadapi tantangan besar untuk pulih.
Tantangan BNI Mengelola Kerugian Akibat Pailit
Sebagai kreditor utama Sritex, BNI harus mengambil langkah cepat untuk mengurangi dampak kerugian. Dengan eksposur pinjaman mencapai Rp374 miliar, bank ini perlu menerapkan strategi mitigasi risiko yang efektif. Salah satu langkah solusi untuk mengatasinya adalah mempercepat proses restrukturisasi dan penyelesaian kredit macet.
Selain itu, BNI berpeluang memanfaatkan aset Sritex yang tersisa melalui penjualan atau lelang untuk memulihkan sebagian dana. Namun, proses ini tidak akan mudah, mengingat status pailit sudah resmi berdasarkan ketetapan pengadilan.
Langkah Ke Depan untuk Stabilitas BNI
Situasi ini menuntut BNI untuk lebih waspada dalam menghadapi risiko serupa di masa depan. Perbaikan dalam analisis risiko kredit, diversifikasi portofolio, serta peningkatan pengawasan terhadap debitur besar menjadi hal yang mendesak.
Dukungan dari pemerintah dan otoritas keuangan juga akan berperan penting dalam membantu BNI mengatasi dampak kerugian ini. Publik tentu akan terus memantau langkah yang harus bank BNI lakukan dalam menjaga stabilitas keuangan dan kepercayaannya.
Krisis yang melanda Sritex memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya manajemen risiko, baik bagi industri maupun sektor perbankan. Dengan kerugian besar tersebut, tantangan untuk bangkit dan memulihkan kondisi keuangan menjadi prioritas utama. Sritex PHK ribuan karyawannya, dan dampaknya kini terasa hingga ke ranah perbankan nasional.