Tenet adalah garapan paling ambisius dari Christopher Nolan, unsur entertaint yang seharusnya menjadi tujuan utama sebuah film dibuat justru dilupakan, namun ambisinya tersebut menyajikan beberapa hal yang memang layak untuk mendapatkan pujian.
Film ini rilis pada tanggal 3 September 2020, yang kemudian muncul di layanan streaming on demand pada bulan Desember 2020. Meskipun banjir kritik, nyatanya film ini terbilang sukses secara komersil, memang nama Christopher Nolan saja sudah cukup menjual mau seperti apapun karyanya.
Tenet menceritakan The Protagonist (John David Washington) yang berusaha mencegah terjadinya kiamat perang dunia ketiga. Dengan bantuan Neil (Robert Pattinson). The Protagonist harus menghentikan Andrei Sator (Kenneth Bragath) yang berkeinginan untuk memusnahkan dunia dengan senjata bernama The Algorithm, senjata tersebut dapat memutar balikkan waktu secara besar-besaran sampai dunia meledak.
Christopher Nolan kembali bermain-main dengan waktu dalam filmnya, tidak berhenti di Inception (2010) dan Interstellar (2014), setelah memperlambat sampai mempercepat waktu, sekarang dalam Tenet ia ingin memutarbalikkan waktu atau time inversion. Secara alur cerita, film ini sebenarnya cukup sederhana; tokoh utama yang berusaha menyalamatkan dunia dari penjahat yang ingin menghancurkannya. Namun cerita terasa rumit karena Nolan itu sendiri. Alhasil film memaksa untuk menjelaskan konsep time inversion ketimbang fokus menyajikan sebuah tontonan yang menghibur dengan cerita yang bisa disimak.
Lagi dan lagi, Nolan juga menyinggung soal konsep free will atau kehendak bebasdalam Tenet. Memang Nolan sudah sejak lama menyinggung soal free will dalam filmnya, mulai dari Memento (2001) sampai Interstellar (2014), Nolan selalu melakukan berbagai macam pendekatan dalam konsep free will sesuai tema film yang ia garap. Dan dalam Tenet, ia semakin liar “mengoyak-oyak” free will dengan cara membuat para tokoh mengetahui masa depan dan masa lalu, tokoh di film ini seolah dibuat untuk memilih sendiri konsekuensinya dengan kembali ke masa lalu atau terus melaju ke masa depan. Hal ini membuktikan kejeniusan dan kekritisan Nolan dalam berpikir.
Jika digambarkan maka Nolan ingin terlihat sebagai anak paling cerdas di kelas dengan berbicara panjang-lebar mengenai materi presentasinya, dan tentu saja beberapa orang akhirnya menyerah untuk memahami, merasa terlalu rumit sampai membosankan.
Namun seperti yang diucapkan oleh Barbara (Clemence Poesy) dalam film Tenet, “Don’t try to understand it, just feel it” kalimat ini terasa pas ketika kita menonton Tenet, jangan mencoba untuk memahami namun cukup rasakan. Penulis tidak merasa kesulitan untuk memahami film ini, tapi memang di dalamnya terdapat adegan-adegan yang menimbulkan plot-hole, yang akhirnya dapat memicu pertanyaan dan asumsi. Bukan Nolan namanya jika tidak membuat penontonnya bertanya-tanya dan berteori macam-macam.

Performa John David-Washington dalam film Tenet patut diapresiasi, cocok dengan The Protagonist yang dimainkan olehnya, cerdas namun brutal. Namun dari itu semua, yang paling menarik adalah Robert Pattinson yang memerankan tokoh Neil, saya merasa dia benar-benar menjadi sosok yang berbeda, Robert Pattinson membuktikan kualitasnya disini, dia adalah A-Class Actor. Tidak bisa lagi dibandingkan dengan perannya yang “menye-menye” di Twilight. Di film Tenet, Robert Pattinson sukses menjadi Neil yang membutuhkan strong-acting.Supporting characters yang lain juga hidup, tidak hanya sebagai pemanis cerita namun semua punya perannya masing-masing, lebih-lebih Kat yang diperankan oleh Elizabeth Debicki, ia sukses menjadi heroin di cerita ini.
Dalam segi visual, Tenet sangat menakjubkan. Selama ini memang film-film garapan Nolan selalu menyajikan pengalaman visual yang memanjakan mata, terimakasih kepada prinsip Nolan yang lebih senang menggunakan efek praktikal ketimbang efek komputer (CGI). Efekvisual (VFX) di film ini sangat mulus dan terasa nyata, lebih-lebih efek ledakan yang dilakukan secara praktikal tanpa bantuan komputer sama sekali. Kemudian efek time inversionseperti peluru yang terhisap kembali ke dalam pistol memanglah ciamik, sebuah VFX yang sangat mulus. Saya rasa dalam hal visual effect, film ini layak untuk mejeng di Academy Awards 2021.
Urusan music scoring, kali ini Christopher Nolan tidak menggandeng Hans Zimmer dalam proyek film Tenet melainkan Ludwig Göransson. Bukan Hans Zimmer yang menggarap bukan berarti musik film ini jelek, memang selama ini Nolan selalu menggandeng Zimmer untuk mengerjakan musik di filmnya, mereka berdua sudah semacam iconic-duo. Justru scoring Tenet lebih cocok dengan gayaGöransson. Toh, Ludwig Göransson juga bukan komposer ecek-ecek, rekam jejaknya cukup gemilang bahkan sempat dianugerahi scoring terbaik pada Piala Oscer ke-91.
Tenet kental dengan unsur sains-fiksi, kental juga dalam permainan waktu, dan ini cocok dengan Göransson yang suka bermain dengan synthesizer eksperimental. Kesan “futuristic yet classy” terasa ketika Göranssonmemadukan musik klasikal dengan synthesizer dan beberapa instrumen elektronik. Intinya Nolan tidak salah pilih komposer dalam proyek Tenet.
Cukup disayangkan audio film ini di beberapa bagian terasa kurang rapih, jelas terasa overlap atau tumpang tindih antara suara dialog dengan musik latar dan suara efek seperti tembakan. Hal ini cukup mengganggu meskipun kita menonton menggunakan subtitle, tapi tetap saja membaca subtitle tanpa dialog yang jelas maka feelnya pun kurang terasa.
Secara keseluruhan, film ini pantas untuk diberikan pujian, tapi masih kurang kuat untuk berajang di Piala Oscar. Sekalipun Nolan terlalu ambisius, tetapi Nolan tetaplah Nolan; salah satu Maestro dalam dunia film. Tentu ini membuat TENET menjadi film yang epik dan layak untuk ditonton sekalipun terkesan rumit, justru itu kita bisa mengapresiasi Tenet sebagai sebuah karya megah dengan segala kompleksitasnya. Tenet adalah karya Nolan yang paling unik dan berbeda dari karya-karya sebelumnya. Tenet dalam tiga kata adalah: rumit, jenius, berkelas. Intinya, siapapun bisa menikmati Tenet, jangan memaksa untuk memahami, cukup rasakan. Dan pesan saya jika Anda ingin menonton film ini adalah jangan sekali-kali melompati atau skip bahkan untuk satu detik sekalipun. Tenet layak mendapatkan skor 7,5/10.
Penulis: Naufal Yahya