Bangga Indonesia, Surabaya – MALAM itu. Kamis Kliwon memasuki hari Jumat Legi. Hitungan hari yang paling istimewa menurut adat Jawa. Angka weton (keluarnya) sangat tinggi. Apalagi dibarengi hari istimewa bagi umat Islam tradisional yang menyukai ibadah malam jumat legi.
Wow, istimewa!.
Istimewanya lagi. Malam itu adalah Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan hari besar nasional yang menandai tumbangnya gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G-30 S-PKI). Yang anti Pancasila itu!
Lantas, siapa yang mendapat semua keistimewaan semua?
Siapa lagi kalau bukan Nita. Wanita energik, gaul dan familiar itu. General Manager (GM) The Square Hotel yang punya nama lengkap RR Nita Narulita ini, tepat dia hari-hari istimewa tersebut, telah merayakan hari kelahirannya.
Acaranya dirayakan sederhana. Sesederhana masyarakat yang masih dilanda wabah corona virus (Covid-19).
“Saya hanya menggelar syukuran bersama staf dan karyawan hotel,” sebut wanita berambut pendek bercat warna pirang ini, saat menyambut kehadiran jurnalis media ini.
Senyumnya mengembang. Ia mengucapkan terima kasih dan senang atas uluran cendera mata yang diberikan koleganya.
Malam itu, Bunda Nita, sapaan mantan Sales Manajer Hotel Melia Jakarta ini, masih nampak nyantai. Bodinya masih berbalut baju tanktop. Warna biru laut kembangan batik Bali.
Nita duduk sendiri, di antara meja dan kursi Wartel (warung hotel). Sebatang rokok filter dihisabnya dalam-dalam. Saat diberi tahu sudah ada tamu dari Malang yang datang, dia buru-buru pamit ganti kostum
“Tidak banyak kok yang saya undang. Cuma teman-teman dekat dari keluarga KJJT (Komunitas Jurnalis Jawa Timur),” aku Nita yang sudah berganti drescode warna putih tulang dipadu kalung khas Lombok, Mutiara.
Suasana di Wartel jadi sumringah, Satu persatu tamunya datang. Belasan tamu yang diundang memadati meja memanjang. Semua berdiri. Menyanyikan lagu ulang tahun. Lima lilin kecil yang ditiup Nita tak kunjung pandam.
Nita kesel. Tapi dia tetap berusaha mematikan api di lilin-lilin kecil itu.”Bahagia rasanya malam. Kehadiran rekan-rekan dan bapak semua membawa berkah bagi saya pribadi dan hotel tempat kami bekerja. Terima kasih,” sebut Nita, kemudian memotong kue tartnya.
Nita di kalangan koleganya memang dikenal muda bergaul. Dia cepat akrab dengan rekan barunya. Tidak butuh waktu lama. Termasuk dengan tiga rekan barunya dari Malang. Yang semuanya advokat itu.
Rekan Alex Nugroho dan kawan-kawan yang diajak wartawan muda energik jago kamera, Erik, hanya beberapa menit langsung akrab. Tawanya meledak tatkala mendengar Nita cerita sepak terjangnya. Tanpa tedeng aling-aling. Blak-blakan.
Itu jiwa penghobi naik HD. Motor gede Harley Davidson ini. Tak heran jika semua wartawan yang nongkrong di Wartelnya kerasan. Malah cara berkomunikasinya jauh melebihi kealian wartawan. Jujur dan keterbukaan tanda batas yang membuat Nita disukai rekan-rekan jurnalis.
“Saya bersyukur sudah dianggap manjadi keluarga sendiri oleh rekan-rekan jurnalis. Bener, saya gak nyangka kalau berteman dengan teman-teman wartawan itu sangat mengasyikkan,” akunya.
Nita siap memberikan tempat usahanya untuk aktivitas jurnalis. Mulai untuk kongkow-kongkow, acara resmi atau untuk pelatihan jurnalistik. “Monggo, kami welcome. Saya akan melaporkan perihal ini kepada owner dan manajer hotel,” tegasnya.
Sikap Nita membuat salah satu penasihat KJJT, Moelyono trenyuh, Pria yang karib disapa Abah Samsul ini mengapresiasi ketulusan Nita. Ia meminta pengurus KJJT memberi perhatian khusus.
Artinya, rekan-rekan KJJT juga harus menyambut “gayung” yang diulurkan Nita. “Setiap orang yang berbuat baik harus kita balas dengan perbuatan yang lebih baik lagi,” prinsip Abah Syamsul.
Nita memang baik. Bukan hanya kepada koleganya. Kalangan karyawan hotel merasakan kepemimpinannya. “Beliau care banget,” puji seorang admin yang kena safe malam.
Nita bukan hanya mampu mengendalikan roda menajemen. Kepiawainya memasak juga dimanivestasikan untuk karyawan, Semua karyawan bisa makan di Wartel sekenyang-kenyangnya. Harganya juga nyucuk untuk kantong mereka.
“Saya terapkan untuk melayani diri sendiri. Apalagi situasi covid sekarang ini. Semuanya harus bisa mandiri dan produktif,” aku Nita, yang setiap minggu pagi juga buka lapak di Sidoarjo.
Nita mengawali karir di dunia perhotelan dari bawah. Sebelum gabung di The Square 2016, ia semula menjai sales manajer di Hotel Melia. “Saya resign dari Melia, karena mendapat tawaran bekerja sebagai asisten GM Hotel Merriot Medan,” jelasnya
Pengalaman di hotel bintang lima itu melejitkan karirnya. “Saya kemudian bergabung dengan Zoom Hotel di Surabaya,” jelasnya. Banyak suka dukanya di hotel ini. Nita sebagai direktur sales marketing. Ia berhasil meroketkan omzet hotel tersebut.
Dua tahun berkiprah di Zoom, Nita resign. “Waktu resign saya dipisu-pisui. Maklum bos saya di Zoom itu unik. Bisa bahasa Madura. Orangnya apa adanya. Tapi saya tidak suka,” kenangnya.
Gabung di Square, Nita tidak perlu melamar. “Bos hotel ini seorang pendeta. Orangnya ganteng, baik dan enak diajak ngomong,” ujarnya.
Bos Square minta dia jadi GM. Nita sempat menolak. Alasannya? Nita males menghitung dan membuat report (laporan).
“Ndilalah kersaning Allah (Ternyata kehendak Tuhan, Red.) saya bisa member alasan yang masuk akal,” akunya.
Apa itu?
Nita bilang sama bosnya. “Saya disuruh membuat report atau mencari tamu. Kalau membuat report apa duitnya hotel ini dari report? Gak ada itu!” kilahnya.
Bos Square makfum. Alasan Nita masuk akal. Dia pun ditarget. Nita tetap tidak akur. “Saya tidak mau mendahului kehendak Tuhan,” ceritanya.
Saat ditanya soal gaji. Nita juga keberatan meminta. “Rasaya saya malu kalau bekerja itu minta gaji,” akunya.
Nita hanya meminta bosnya kroscek kepada menajemen hotel yang pernah ditekuninya. Dia dikenal sebagai marketer yang handal. Jebolan Fisipol Universitas Wijaya Kusuma Surabaya itu sudah membuktkan. Sampai kini dia termasuk salah GM yang paling lama dan punya banyak relasi.