Bangga Indonesia, Surabaya. Corona Virus (Covid)-19 belum sirna betul. Namun, greget komunitas pecinta sepeda pancal alias gowes sudah mulai terasa sejak ada kelonggaran masyarakat beraktivitas lagi.
Hampir setiap akhir pekan, jalanan di kota-kota besar sudah dipenuhi para pegowes. Tak terkecuali Surabaya di Sidoarjo. Bukan hanya komunitas gowes yang sudah lama tiarap karena covid, para penggemar dadakan bersepada pancal, kini mulai menjamur.
Tumplek blek. Luber!
Taman Bungkul Surabaya dan Alun-alun Sidoarjo kembali padat. Kendati Car Free Day belum diberlakukan lagi, titik kumpul (tikum) di dua lokasi ini tetap manjadi jujukan para pegowes.
Bahkan, komunitas sepada balap alias road bike (RB) juga menjadikan dua tempat itu menjadi tikum andalan. Strategis untuk rute Malang, Bromo, Pasuruan dan sekitarnya.
Seperti yang dilakukan komunitas RB yang tergabung dalam Strattos Cycling Club (SCC) akhir pekan, Minggu 09/08/2020. SCC memilih Sidoarjo sebagai tikum paling stratis untuk program gower bareng (Gobar) kali pertama berskala besar sejak ada Covid -19.
Tak ayal, peserta dari berbagai kota di Jawa Timur mulai merapat sejak pagi hari. Mereka berkumpul di Stadion Jenggolo, Sidoarjo, sebelum mengelar Gobar sekaligus silaturahmi dan tasyakyuran di Pandaan, Pasuruan.
Klub yang baru dibetuk tiga tahun lewat ini semula menjadikan Alun-alun Sidoarjo menjadi tikumnya. Namun lantaran di tempat ini banyak pegowes lain yang berkumpul di situ, maka lokasi tikum dipindah ke stadion markasnya Persida Sidoarjo itu.
Hampir seratus peserta berjersey hijau pupus, biru dan coklat tua ini turut ambil bagian di Gobar kali keempat. Gobar kecil-kecilan sebelumnya, mereka lakukan di Tour de Madura 300 Kilometer. Puncak Trawas dan Pantai Tlocor.
“Gowes kali ini adalah terbesar dan terbanyak pesertanya,” aku Bayu Yulianto, salah satu pengurus SCC. Untuk itu, ia berharap para peserta Gobar harus bisa menjaga tata tertib bergowes ria di jalan raya.
Sebelum meluncur ke Pandaan, seperti biasa, panitia mengajak doa bersama, Tepat jam 6.25 WIB, mereka melakukan peleton secara bertahap. Tidak menggerombol. “Atur dua-dua selama dalam perjalanan,” pinta Bayu.
Alhamdulillah, mereka tertib, aman dan sampai tujuan. Tak sampai dua jam semua peserta sudah masuk garis finish. Tempat acara di RM Makoya.
Rangkaian caranya dibuat sesederhana mungkin. Tanpa musik dan hingar bingar lainnya. Klub ini mengutamakan edukasi dalam silaturahmi kali ini. Terutama soal jaga kesehatan dan keselamatan sebagai pegowes.
Pembawa acara Bayu Yulianto mengawali acara dengan member kesempatan anggotanya untuk berbagi kisah bergabung klubnya. Suasana jadi cair. Gayeng.
Setelah itu, Bayu minta Arya dari Rodalink menyampaikan materi coaching clinic. Simpel sakali Arya menyampaikan edukasinya. Tidak perlu pakai power poin. Cukup pegang mike dan bertutur soal tujuan kita Gowes.
“Kita Gowes ini cari apa,” Arya melempar pertanyaan tersebut di tengah hadirin menikmati sarapan. Ada yang menjawab cari makan gratis, cari door price, cari jodohlah. Dan, juga ada yang jawab serius: “Mencari sehat.”
Ya, kata Arya, Gowes itu bisa mendapatkan semuanya. Tapi kalau cari jodoh tidak bisa di klub ini, karena anggotanya laki-laki semua. “Ada yang lebih urgen teman-teman. Apa?” lempar Arya lagi.
“Cari selamat,” jawab pria murah senyum ini. Percuma ikut kompetisi RB sejauh 100 kilometer, tapi tidak selamat. “Mending bersepeda 10 kilometer tapi selamat,” kilahnya. Karena itu, pegowes harus menganalogikan diri seperti pengendara lainnya. Mengutamakan safety riding.
Bersepeda juga harus mengenakan helem. Sepedanya dilengkapi lampu depan dan belakang. Lampu ini harus dinyalakan selama bersepeda. “Tidak bisa hanya saat berangkah subuh atau malam hari,” jelasnya.
Ada yang lebih penting lagi, lanjut Arya. Apa? Dimensi pegowes.
Ketika pegowes berada di jalan raya, maka dimensinya sangat kecil, dibanding motor, mobil, truk apalagi bus. “Kita tidak terlihat karena dimensinya kecil,” tegasnya.
Maka, menurut Arya, pegowes harus bisa dilihat orang dari jauh pandang yang jauh. Adanya lampu belakang dan belakang sangat penting artinya. Termasuk jersey atau pakaian yang dikenakan pegowes. “Warna jersey yang terang dan mencolok seperti milik SCC ini, yang tepat,” cetusnya.
Selain itu, perilaku pegowes juga perlu diperhatikan. Perlu kesabaran, ketelatenan dan kemahiran mengendalikan sepeda. Terutama saat peleton.
“Jangan sampai terjadi tyre typing. Roda depan menyentuh belakang roda lawannya. Pasti yang jauh yang di belakang. Efeknya pasti rombongan di belakangannya ikut berjatuhan,” jelasnya.
Kondisi fisik juga perlu diperhatikan. Seorang pegowes yang suka menempuh jarak jauh harus memiliki asupan nutrisi yang cukup. Cara istirahatnya juga harus diperhatikan. Pegowes itu, tegas Arya, butuh istirahat. Bukan berarti setelah kuat menempuh seratus kilo, lantas besoknya harus gowes lagi ratusan kilometer. ”Ini tidak baik,” tegasnya.
Tips-tips Arya ini sangat bermanfaat buat peserta yang hadir di acara tersebut. Juga tak kalah bermanfaat bagi pegowes lainnya. Karena itu, salah satu pentolan SCC, Cak Kamto berharap para anggotanya bisa menjadi suri tauladan baru rekannya dan pegowes umumnya.
Cak Kamto berharap ke depan SCC semakin digandrungi penggemar RB. Tahun lalu, jersey yang terjual sekitar 350. Tahun ini diharapkan bisa mencapai 500 jersey terjual. Ini artinya anggota SCC semakin tahun semakin menjamur.
Di akhirnya acara, Cak Kamto mengajak para anggotanya untuk beryel-yel spirit kebersamaan. “Strattoooos..” pekik pria yang suka mendokumentasikan kegiatan klubnya di YouTube ini.
Semua perserta secara kompak menjawab: “Seduluran sak lawase.”
Bravo SCC… seduluran saklawase…
sip